Pelaksanaan
tugas dan fungsi dari BPD pada dasarnya mengacu pada tugas dan fungsi
dari lembaga ini yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan
yaitu melaksanakan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat, serta fungsi pengawasan. Namun dalam pelaksanaannya
pelaksanaan fungsi legislasi dari BPD Desa Sereang ini, belum
dilaksanakan secara efektif.
Salah
satu penyebab ketidakefektifan pelaksanaan tugas dan fungsi dari
lembaga ini khususnya pelaksanaan fungsi legislasi karena minimnya
pemahaman serta keterampilan dan kemampuan anggota BPD Desa Dompas
terhadap pelaksanaan fungsi legislasi tersebut. Kondisi ini juga sangat
dipengaruhi oleh kurang tanggapnya aparat Kabupaten Bengkalis khususnya
Dinas Pemberdyaan masyarakat desa dan Lembaga Desa selaku pihak yang
bertanggung jawab terhadap pembinaan kelembagaan.
Pelaksanaan
tugas dan fungsi dari BPD Desa Dompas yang menjadi ukuran dalam menilai
kinerja organisasi tersebut secara umum dinilai belum optimal, namun
terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan
sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja
organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum
terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD Desa Dompas yaitu masih adanya
sejumlah elemen Masyarakat yang belum terwakili dalam struktur
keanggotaan lembaga tersebut. Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai
fungsi yang paling gencar dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan
fungsi-fungsi yang lain. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan BPD
membutuhkan anggaran khusus yang diposkan untuk melaksanakan studi
kelayakan penerapan peraturan desa yang ditetapkan bersama kepala desa
berdasarkan karakter dan sejauhmana peraturan desa tersebut bisa efektif
dilaksanakan.
Sedangkan
fungsi legislasi merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan
dan pelaksanaannya.Masih terdapatnya pelaksanaan fungsi dari BPD yang
dinilai masih minim, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejumlah
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut.
Anggaran
operasional menjadi hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan fungsi
dan tugas BPD, hal ini dikaitkan dengan mekanisme pelaksanaan yang akan
diterapkan.
Sejauh
ini dapat disimpulkan berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis
dengan anggota BPD di Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis khususnya
Desa dompas keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan fungsi dan menjadi
hal pokok yang perlu mendapat perhatian.
Berdasarkan
Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 212
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban.
Dalam
anggaran ADD Kabupaten Bengkalis tahun 2010 saja misalnya persentase
anggaran desa 70 % diposkan untuk pemberdayaan dan 30 % diposkan untuk
pemerintahan desa. Dari 30 % anggaran pemerintahan desa tersebut 15 %
diposkan untuk BPD.
Jadi jika ADD Rp 1. 000. 000. 000.- :
Rp 700. 000. 000.- (70%) untuk pemberdayaan
Rp 300. 000. 000.- (30%) untuk Pemerintahan Desa
Rp 45. 000. 000.- (15% dari 100% anggaran Pemerintahan Desa)
Dengan
ketentuan diatas dapat disimpulkan anggaran yang di salurkan untuk BPD
hanya sebatas pembayaran honor/ gaji BPD dan tidak mungkin tercapai
untuk operasional pelaksanaan fungsi sebagaimana yang ditetapkan oleh
undang undang yang berlaku.
Badan
permusyawaratan Desa merupakan salah satu unsur penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. mengingat tugas, kedudukan, fungsinya
BPD memiliki peran penting dalam menciptakan pemerintahan desa yang
bersih, efektif, terarah sesuai dengan tujuan kesejahteraan masyarakat.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Faktor yang dinilai sebagai
hambatan dominan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BPD yaitu :
§
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anggota BPD
perihal pelaksanaan tugas dan fungsinya serta faktor-faktor .
§ Ketiadaan ruang privasi bagi para anggota BPD dan masih minimnya honor yang diterimanya.
§
Terlalu besarnya campur tangan pemerintahan kecamatan maupun dinas
pemberdayaan masyarakat desa kabupaten bengkalis terhadap kebijakan
anggaran desa sehingga konsep otonomi desa terkesampingkan.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah :
§ Perlunya mengintensifkan bentuk bentuk pembinaan dan pemberian keterampilan-keterampilan teknis kepada para anggota BPD.
§
Mengupayakan kaderisasi calon-calon anggota BPD yang dinilai kapabel
dan sedapat mungkin mewakili seluruh elemen masyarakat dan tidak hanya
sekedar mengandalkan faktor ketokohan semata.
§
Pemahaman yang lebih mendalam terhadap dinas/ instansi pemerintahan
daerah tentang sistem pemrintahan desa dan memberikan keleluasaan
kepada desa untuk menentukan kebijakan yang akan diambil dalam sistem
pemerintahan desa
§
Pengadaan sarana dan prasarana serta perumusan kebijakan guna
meningkatkan jumlah kompensasi atau honor maupun anggaran khusus untuk
melaksaakan fungsi yang diteri
menurut
Perda 30 tahun 2010, tentang Badan Permusyawarahan Desa (BPD)
menerangkan, bahwa kedudukan BPD sama dengan Kades. Dimana keduanya
bertugas sebagai penyelenggaraan Pemerintahan.
Dijelaskan,
bahwa melihat dari aspek penyelenggaraan pemerintahan, dalam Perda 29
dan 30 tahun 2010, apapun masalah di tingkat desa, harus disalurkan ke
BPD sebagai perwujudan demokrasi. Sebab tugas BPD, menerima, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
''Dalam
perda 30 tentang BPD, kedudukan BPD sama dengan Kades. Cuma berdeda
fungsi, sehingga ketika desa bermasalah, harus diselesaikan bersama.
Bukan malah BPD mencari kesalahan Kades,'' terangnya.
Diterangkan,
kepanjangan BPD dulu adalah Badan Perwakilan Desa. Ketika semua
berorientasi untuk menurunkan Kades saat ada masalah, sehingga nama itu
berubah menjadi Badan Permusyawarahan Desa. Sehingga, ada ciri demokrasi
yang harus berjalan di desa, bukan menjadi kesalahan semata. Dalam
tugas BPD juga harus melakukan pengawasan, seperti awasi Perdes dan juga
Perkades.
''Perdes
kebanyakan menyangkut APBdes dalam setahun diawasi BPD, kemudian
menyangkut keputusan Kades, tentang pengangkatan dan pemberhentian Kades
bukan melalui perdes, juga bagian dari pengawasan BPD
Sejak
tahun 2004 ketika pemerintah mengeluarkan UU No 10 tentang tata urutan
perundangan di Indonesia, ada setitik harap masyarakat di kampung untuk
mengatur wilayah (desa) nya sendiri dengan membuat Peraturan desa
(Perdes). Dan hal itu di diakui dan termasuk kedalam hierakhi
perundangan. Karena berdasarkan UU no 10 tahun 2004 urutan perundangan
Indonesia adalah :
UUD 1945
UU / Perpu
PP
Perpres
Perda
Dan
peluang itu hadir ketika penjelasan selanjutnya adalah yang disebut
Perda menurut UU ini, meliputi Perda Provinsi, Kabupaten dan terakhir
adalah Peraturan Desa (Perdes). Peluang tersebut makin kentara dengan
keluarnya PP No 72 tahun 2005 ttg Desa yang secara tegas memberikan
dasar hukum bagi perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
untuk membuat peraturan desa.
Kendati
diembel-embeli dengan beberapa persyaratan antara lain Perdes tidak
boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya, dan harus dicatatkan
dalam berita daerah kabupaten yang bersangkutan, peluang ini layak untuk
dipakai oleh masyarakat adat sebagai alat memperkuat hak-haknya.
0 comments:
Post a Comment