Sunday, 9 December 2012

Implementasi Fungsi BPD Sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa

Pelaksanaan tugas dan fungsi dari BPD pada dasarnya mengacu pada tugas dan fungsi dari lembaga ini yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu melaksanakan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta fungsi pengawasan. Namun dalam pelaksanaannya pelaksanaan fungsi legislasi dari BPD Desa Sereang ini, belum dilaksanakan secara efektif.

 
Salah satu penyebab ketidakefektifan pelaksanaan tugas dan fungsi dari lembaga ini khususnya pelaksanaan fungsi legislasi karena minimnya pemahaman serta keterampilan dan kemampuan anggota BPD Desa Dompas terhadap pelaksanaan fungsi legislasi tersebut. Kondisi ini juga sangat dipengaruhi oleh kurang tanggapnya aparat Kabupaten Bengkalis khususnya Dinas Pemberdyaan masyarakat desa dan Lembaga Desa selaku pihak yang bertanggung jawab terhadap pembinaan kelembagaan.

 
Pelaksanaan tugas dan fungsi dari BPD Desa Dompas yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja organisasi tersebut secara umum dinilai belum optimal, namun terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD Desa Dompas yaitu masih adanya sejumlah elemen Masyarakat yang belum terwakili dalam struktur keanggotaan lembaga tersebut. Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai fungsi yang paling gencar dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan BPD membutuhkan anggaran khusus yang diposkan untuk melaksanakan studi kelayakan penerapan peraturan desa yang ditetapkan bersama kepala desa berdasarkan karakter dan sejauhmana peraturan desa tersebut bisa efektif dilaksanakan.


Sedangkan fungsi legislasi merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan dan pelaksanaannya.Masih terdapatnya pelaksanaan fungsi dari BPD yang dinilai masih minim, tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut.

 
Anggaran operasional menjadi hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan fungsi dan tugas BPD, hal ini dikaitkan dengan mekanisme pelaksanaan yang akan diterapkan.

 
Sejauh ini dapat disimpulkan berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan anggota BPD di Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis khususnya Desa dompas keterbatasan anggaran dalam pelaksanaan fungsi dan menjadi hal pokok yang perlu mendapat perhatian.

 
Berdasarkan Undang undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 212 Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

 
Dalam anggaran ADD Kabupaten Bengkalis tahun 2010 saja misalnya persentase anggaran desa 70 % diposkan untuk pemberdayaan dan 30 % diposkan untuk pemerintahan desa. Dari 30 % anggaran pemerintahan desa tersebut 15 % diposkan untuk BPD.

 
Jadi jika ADD Rp 1. 000. 000. 000.- :
Rp 700. 000. 000.- (70%) untuk pemberdayaan
Rp 300. 000. 000.- (30%) untuk Pemerintahan Desa
Rp 45. 000. 000.- (15% dari 100% anggaran Pemerintahan Desa)
Dengan ketentuan diatas dapat disimpulkan anggaran yang di salurkan untuk BPD hanya sebatas pembayaran honor/ gaji BPD dan tidak mungkin tercapai untuk operasional pelaksanaan fungsi sebagaimana yang ditetapkan oleh undang undang yang berlaku.

 
Badan permusyawaratan Desa merupakan salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. mengingat tugas, kedudukan, fungsinya BPD memiliki peran penting dalam menciptakan pemerintahan desa yang bersih, efektif, terarah sesuai dengan tujuan kesejahteraan masyarakat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Faktor yang dinilai sebagai hambatan dominan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi BPD yaitu :
§ Kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh anggota BPD perihal pelaksanaan tugas dan fungsinya serta faktor-faktor .
§ Ketiadaan ruang privasi bagi para anggota BPD dan masih minimnya honor yang diterimanya.
§ Terlalu besarnya campur tangan pemerintahan kecamatan maupun dinas pemberdayaan masyarakat desa kabupaten bengkalis terhadap kebijakan anggaran desa sehingga konsep otonomi desa terkesampingkan.

 
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah :
§ Perlunya mengintensifkan bentuk bentuk pembinaan dan pemberian keterampilan-keterampilan teknis kepada para anggota BPD.
§ Mengupayakan kaderisasi calon-calon anggota BPD yang dinilai kapabel dan sedapat mungkin mewakili seluruh elemen masyarakat dan tidak hanya sekedar mengandalkan faktor ketokohan semata.
§ Pemahaman yang lebih mendalam terhadap dinas/ instansi pemerintahan daerah tentang sistem pemrintahan desa dan memberikan keleluasaan kepada desa untuk menentukan kebijakan yang akan diambil dalam sistem pemerintahan desa
§ Pengadaan sarana dan prasarana serta perumusan kebijakan guna meningkatkan jumlah kompensasi atau honor maupun anggaran khusus untuk melaksaakan fungsi yang diteri

 
menurut Perda 30 tahun 2010, tentang Badan Permusyawarahan Desa (BPD) menerangkan, bahwa kedudukan BPD sama dengan Kades. Dimana keduanya bertugas sebagai penyelenggaraan Pemerintahan.

 
Dijelaskan, bahwa melihat dari aspek penyelenggaraan pemerintahan, dalam Perda 29 dan 30 tahun 2010, apapun masalah di tingkat desa, harus disalurkan ke BPD sebagai perwujudan demokrasi. Sebab tugas BPD, menerima, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.

 
''Dalam perda 30 tentang BPD, kedudukan BPD sama dengan Kades. Cuma berdeda fungsi, sehingga ketika desa bermasalah, harus diselesaikan bersama. Bukan malah BPD mencari kesalahan Kades,'' terangnya.

 
Diterangkan, kepanjangan BPD dulu adalah Badan Perwakilan Desa. Ketika semua berorientasi untuk menurunkan Kades saat ada masalah, sehingga nama itu berubah menjadi Badan Permusyawarahan Desa. Sehingga, ada ciri demokrasi yang harus berjalan di desa, bukan menjadi kesalahan semata. Dalam tugas BPD juga harus melakukan pengawasan, seperti awasi Perdes dan juga Perkades.

 
''Perdes kebanyakan menyangkut APBdes dalam setahun diawasi BPD, kemudian menyangkut keputusan Kades, tentang pengangkatan dan pemberhentian Kades bukan melalui perdes, juga bagian dari pengawasan BPD

 
Sejak tahun 2004 ketika pemerintah mengeluarkan UU No 10 tentang tata urutan perundangan di Indonesia, ada setitik harap masyarakat di kampung untuk mengatur wilayah (desa) nya sendiri dengan membuat Peraturan desa (Perdes). Dan hal itu di diakui dan termasuk kedalam hierakhi perundangan. Karena berdasarkan UU no 10 tahun 2004 urutan perundangan Indonesia adalah :
UUD 1945
UU / Perpu
PP
Perpres
Perda

 
Dan peluang itu hadir ketika penjelasan selanjutnya adalah yang disebut Perda menurut UU ini, meliputi Perda Provinsi, Kabupaten dan terakhir adalah Peraturan Desa (Perdes). Peluang tersebut makin kentara dengan keluarnya PP No 72 tahun 2005 ttg Desa yang secara tegas memberikan dasar hukum bagi perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk membuat peraturan desa.
Kendati diembel-embeli dengan beberapa persyaratan antara lain Perdes tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya, dan harus dicatatkan dalam berita daerah kabupaten yang bersangkutan, peluang ini layak untuk dipakai oleh masyarakat adat sebagai alat memperkuat hak-haknya.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More