Dalam
konteks kebijakan atau regulasi tentang desa, yang diperlukan bukan
sebuah pengaturan yang rigid dan seragam atas pemerintahan desa,
melainkan suatu panduan yang bersifat longgar, sehingga terbuka peluang
bagi setiap desa untuk membangun otonomi desa berdasarkan sejarah,
kultur, tradisi, dan struktur social desa. Melalui keanekaragaman format
desa tersebut diharapkan akan terbentuk otonomi desa yang sesuai dengan
karakter dan akar sosial-budaya masyarakat setempat.
Dengan
begitu sifat dan titik-tekan UU tentang Desa semestinya bukanlah
semata-mata mengatur masalah kewenangan Kades dan aparat pemerintahan
desa yang lain, melainkan lebih pada jaminan Negara untuk melindungi
karakteristik asli desa di satu pihak, dan mempertahankan otonomi desa
di pihak lain. Itu artinya, format pemerintahan desa bisa sangat beragam
dan tidak mesti diatur secara rinci oleh UU tentang Desa. Dalam konteks
lembaga perwakilan misalnya, bisa saja suatu desa tetap mempertahankan
model BPD ataupun Bamusdes jika hal itu diangap lebih baik bagi
masyarakat setempat. Bagi desa-desa yang telah memiliki
lembaga
perwakilan informal namun cukup efektif dalam mengontrol Kades, sudah
tentu tidak perlu diciptakan lembaga perwakilan baru. Apabila kontrol
langsung masyarakat dianggap lebih efektif dan murah dibandingkan
pengawasan melalui lembaga perwakilan, setiap desa tentu memilih model
demokrasi yang bersifat langsung ini.
Selain
titik-tekan pada jaminan Negara bagi otonomi desa, kebijakan atau
regulasi tentang desa hendaknya lebih berorientasi penguatan kultur dan
tradisi demokrasi ketimbang sekedar sebagai pembentukan lembaga-lembaga
formal demokrasi belaka yang acapkali justru mempertajam konflik
antarwarga di desa.
Pemahaman
otonomi desa sebagai bagian ataupun turunan dari otonomi daerah pada
tingkat kabupaten/kota harus dihindari. Keduanya bukan hanya berbeda
dalam ruang lingkup, esensi, dan skala, melainkakn juga berbeda dalam
hal sumber legitimasi. Jika otonomi daerah bertumpu ke atas, yakni
bersumber desentralisasi pemerintahan dan pemberian kepercayaan Pusat
kepada Daerah, maka otonomi desa lebih bertumpu ke bawah, yakni
pemberian kepercayaan masyarakat kepada Kades melalui jaminan Negara.
Penyeragaman
struktur pemerintahan desa sudah saatnya dihindari dan ditinjau kembali
apabila kita hendak menyelamatkan desa dari perangkap pertikaian
politik lokal yang tidak menguntungkan siapa pun kecuali mereka yang
hendak menghancurkan kehidupan desa. Oleh karena itu arah pemerintahan
desa di masa depan hendaknya lebih berorientasi self-governing community ketimbang local self-government atau local state-government. ***
0 comments:
Post a Comment