Sunday, 9 December 2012

Efektifitas Kinerja BPD sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintahan Desa

Salah satu dimensi penting dalam rangka mewujudkan cita-cita demokratisasi dan reformasi adalah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang undang Nomor 32 tahun 2004 yang di dalamnya juga mengatur mengenai Pemerintahan Desa. Dengan adanya perangkat hukum tersebut telah membuka peluang bagi terwujudnya demokratisasi sampai pada tingkat pedesaan melalui perubahan konfigurasi pemerintahan desa dengan menghadirkan Badan Permusyawratan Desa (BPD) sebagai institusi perwakilan rakyat di tingkat Desa yang mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa.

 
Kehadiran Badan Perwakilan Desa (BPD) dalam Pemerintahan Desa dengan berbagai fungsi dan kewenangannya diharapkan mampu mewujudkan sistem check and balances dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Namun demikian di sisi lain, kehadiran BPD juga telah menimbulkan berbagai permasalahan di tingkat desa terutama yang menyangkut hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa yang diatur berdasarkan kaidah normatif.

 
Beberapa permasalahan pokok dalam penulisan ini adalah bagaimana pola hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa khususnya dalam proses penyusunan dan penetapan Peraturan Desa, penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dan pelaksanaan peraturan desa serta pertanggungjawaban Kepala Desa. Selain itu juga faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola hubungan sejajar antara BPD dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, ternyata dalam pelaksanaannya diwarnai oleh praktek-praktek hubungan kerja yang kurang harmonis dan mengarah kepada terjadinya konflik serta menunjukkan kecenderungan terjadinya dominasi Kepala Desa atas BPD.

 
Dominasi ini terjadi karena adanya persepsi yang salah dan cenderung menyimpang akan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disisi lain, ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai fungsi dan kewenangan BPD juga telah memberikan peluang terjadinya over capacity dari anggota BPD. Wujud kongkret dari terjadinya hubungan yang tidak harmonis antara BPD dengan Kepala Desa serta dominasi BPD ini terlihat dalam proses penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan belanja Desa (APBD), pelaksanaan peraturan desa dan pelaksanaan pertanggungjawaban Kepala Desa.

 
Hubungan kerja BPD dan Kepala Desa dalam proses tersebut, menunjukkan adanya ketergantungan yang begitu besar dari Kepala Desa atas kebijakan penyaluran anggaran APBDes yang diberikan Dinas PMD dan pihak Sehingga seringkali kondisi demikian menimbulkan ketidaksinkronan antara BPD dengan Kepala Desa.

 
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan BPD dan Kepala Desa sering terjebak dalam perbedaan dan pertentangan yang mengarah kepada terjadinya konflik, diantaranya adalah adanya sikap dan perilaku khususnya Kepala Desa yang masih ingin mempertahankan kekuasaan , terbatasnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya komunikasi dan koordinasi, keterbatasan anggaran operasional BPD, rendahnya partisipasi masyarakat, kendala yuridis serta kendala politis.

 
Sebagai salah satu solusi alternatif, pemerintah khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis harus segera melakukan upaya-upaya pemberdayaan institusi desa terutama BPD dan Pemerintah Desa. Langkah kongkret yang dapat ditempuh diantaranya dengan melakukan sosialisasi yang lebih intensif, dan mengadakan pelatihan serta orientasi terutama bagi anggota BPD maupun Kepala Desa mengenai fungsi dn kedudukan dalam menjalankan pemerintahan Desa. Selain itu, pola kesejajaran dan kemitraan antara BPD dengan Kepala Desa yang dihadirkan oleh peraturan perundang-udangan harus diikuti dengan upaya pengaturan mengenai mekanisme kontrol dan pertanggungjawaban BPD, sehingga diharapkan para anggota BPD tidak arogansi dan lepas kontrol dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Pengkajian ulang berbagai kebijakan mengenai desa, khususnya peraturan dan pengaturan yang justru membatasi ruang gerak rakyat dan menimbulkan kerancuan-kerancuan sudah seharusnya dilakukan dengan mengedepankan prinsip-prinsip demokratisasi dan Otonomi Desa.

 
Penulisan makalah ini difokuskan pada kinerja Badan Permusyawaratan Desa Dompas Kabupaten Bengkalis dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya berdasarkan undang undang, mengetahui kendala pe;aksanaan fungsi dan tugas dan merekomendasikan solusi dalam menghadapi kendala tersebut demi jalannya pemerintahan desa yang efektif berdasarkan aturan perundang undangan yang berlaku khususnya pemerintahan desa Dompas Kabupaten Bengkalis.

 
2. Badan Permusyarawaratan Desa

 
Dengan berlakunya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang di dalamnya mengatur tentang pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa maka Peraturan Daerah yang mengatur tentang pedoman pembentukan Badan Permusyawaratan Desa disesuaikan pula dengan Peraturan Pemerintah tersebut. Hal di atas sesuai dengan penjelasan pada Pasal 200, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa : "Dalam Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)". Sedangkan dalam pasal 209 lebih lanjut dinyatakan bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan meyalurkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang demokratis yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

 
Pengertian Desa menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Yang Memiliki Batas-Batas Wilayah Yang Berwenang untuk Mengatur dan Mengurus Kepentingan Masyarakat Setempat Berdasarkan Asal Usul dan Adat Istiadat Setempat Yang Diakui dan Dihormati dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pemerintahan Desa yang semula merupakan unit Pemerintahan terendah di bawah Camat, berubah menjadi sebuah "self governing society" yang mempunyai kebebasan untuk mengurus kepentingan masyarakat setempat dan mempertanggungjawabkannya pada masyarakat setempat pula. Pada peraturan pemerintah no 72 tahun 2005 tentang Desa di jelaskan Bahwa BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa dan merupakan wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan kerterwakilan wilayah yang ditetapkan denagan cara musyarawah dan mufakat.

 
BPD mempunyai wewenang:

 
a) membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa
b) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa
c) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa
d) membentuk panitia pemilihan kepala desa
e) menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
f) menyusun tata tertib BPD.
Kemudian pada Pasal 36 dijelaskan bahwa BPD mempunyai hak :
a) meminta keterangan kepada Pemerintah Desa
b) menyatakan pendapat.

 
Pada Pasal 37
Anggota BPD mempunyai hak :
a) mengajukan rancangan peraturan desa
b) mengajukan pertanyaan
c) menyampaikan usul dan pendapat
d) memilih dan dipilih; dan
e) memperoleh tunjangan.

 
Anggota BPD mempunyai kewajiban
a) mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan
b) melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraanpemerintahan desa
c) mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
d) menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
e) memproses pemilihan kepala desa
f) mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
g) menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat; dan menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

 
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa agar mampu menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan administrasi Desa, maka setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat. Oleh karena itulah, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi mengayomi adat istiadat, menetapkan peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta mengawasi pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More