Desa
dengan pemerintahannya selama ini tidak mengalami perubahan yang cukup
berarti. Desa lebih banyak diposisikan sebagai obyek kekuasaan politik
dari supra desa, maupun obyek tersedianya sumber bahan dan tenaga kerja
murah bagi pengusaha. Sistem pemerintahan desa yang digunakan saat ini
pada prinsipnya masih meneruskan kebijakan pemerintah zaman penjajahan
Belanda yang dinamakan "indirect rule". Melalui cara ini, pemerintah
Belanda dapat memerintah rakyat desa melalui kepala desa, sehingga tidak
perlu mengeluarkan biaya. Disengaja atau tidak, selama ini pemerintah
supra desa telah menempatkan desa pada posisi yang marginal. Contoh:
PILPRES BIAYA APBN, PILKADA BIAYA APBD, PILKADES BIAYA SENDIRI.
Pada masa lalu ada program pembangunan desa, tetapi lebih bersifat
pelaksanaan cetak biru yang disiapkan pemerintah pusat, yang dampaknya
justru membuat desa semakin tergantung pada pihak luar desa. Fungsi Desa
sebagai tempat kehidupan dan penghidupan warganya menjadi pudar,
berganti hanya sebagai tempat tinggal. Karena saya dari pemerintahan
maka saya bicara bentuk dan kedudukan keorganisasian pemerintah desa.
Dilihat dari bentuk dan kedudukannya, pemerintah desa adalah organisasi
pemerintah semu, ini boleh setuju boleh tidak yang ambivalen, atau lebih
tepat disebut sebagai lembaga kemasyarakatan yang menjalankan fungsi
pemerintahan. Dikatakan demikian karena kewajiban-kewajibannya sebagai
kewajiban pemerintah tapi haknya tidak, kepala desa dan perangkat
desanya bukan PNS yang digaji dengan dana dari negara. Selama ini
pembiayaan bagi organisasi pemerintah desa berasal dari sumber- sumber
keuangan tradisional berupa iuran warga maupun pengelolaan kekayaan
desa, ditambah dengan bantuan dari pemerintah supra desa. Kemudian
keluar keputusan politik dalam bentuk Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR-RI/2000 Rekomendasi Nomor 7, ada keinginan politik untuk
memperkuat desa, dengan kemungkinan menjadikannya sebagai DAERAH OTONOM
TERBAWAH, ini baru kemungkinan karena disitu disebut studi perintisan
berarti ada keinginan untuk menjadi daerah otonomi yang paling bawah.
Apabila Tap MPR tersebut masih digunakan sebagai dasar hukum di dalam
penyusunan RUU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2006-2025, jadi posisi TAP MPR ini sangat dilematis karena sekarang itu
MPR posisinya hanya lembaga tinggi negara biasa tapi pada waktu TAP ini
disyahkan MPR masih sebagai lembaga tertinggi negara, jadi ada dua
posisi, nah kalau itu masih dipegang perlu disusun grand desain yang
bertahap dan berkelanjutan. Berbagai perubahan terhadap desa dan
pemerintahannya saat ini cenderung bersifat parsial dan jangka pendek.
Kita tidak pernah tahu kondisinya seperti apa dan kemana arahnya, kalau
saya lihat prospeknya kedepan kalau TAP MPR masih di pakai maka akan
muncul desa otonom baru yang merupakan gabungan dari desa-desa yang ada
pada saat ini yang basisnya adalah TAP MPR No IV tapi konsekwensinya
otonomi yang hanya pemberian dari pemerintah, berubah dari otonomi
pengakuan yang selama ini berjalan, karena sekarang ini pemerintah sudah
mengakui otonomi yang sifatnya asli maka nanti akan berubah mengenai
otonomi yang bersifat pemberian dan ini juga akan menimbulkan
kontroversi karena dianggap intervensi pemerintah kepada desa masuk
kedalam. Otonomi desa baru ini luasnya mencakup beberapa desa lama
otonominya bersifat rasional yang sekarang otonominya bersifat
tradisional dan kalau ini terjadi maka Kecamatan akan dihapus dan
tanda-tanda itu sudah nampak, misalnya adanya ADD kemudian pengisian
jabatan Sekdes menjadi PNS dan yang agak kontroversi yaitu pasal 72 ayat
7 huruf b, urusan kabupaten kota yang pengaturannya diserahkan kepada
desa. Ini akan menimbulkan kontroversi tapi proyeksinya seperti itu
dengan asumsi TAP MPR masih dipakai untuk landasan kalau tidak maka kita
akan menyusun kritisan yang lain. Kalau bicara tentang tata hubungan
kerja antara desa dengan supra desa akan nampak bahwa tata hubungan
kerja antar satuan pemerintahan tergantung pada sumber kewenangannya.
Prinsipnya, pola pertanggungjawaban mengikuti pola pendelegasian
kewenangan. Tata hubungan kerja antar satuan pemerintahan yang tidak
bersifat hierarkhis bentuknya sebagai berikut: dari sistem yang lebih
kecil wujudnya berupa laporan, sedangkan dari sistem yang lebih besar
wujudnya pembinaan, pengawasan dan fasilitasi. Pola pertanggungjawaban
pimpinan satuan pemerintahan akan mengikuti pola pengisiannya. Pimpinan
yang dipilih pertanggungjawabannya akan mengikuti pola pemilihannya.
Prinsipnya adalah mereka yang dipilih akan bertangungjawab kepada yang
memilih. Pola pertanggungjawaban pimpinan satuan pemerintahan yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang, pada prinsipnya bertanggungjawab
kepada pejabat yang mengangkatnya. Dilihat dari sistem pemerintahan,
pemerintah desa merupakan subsistem yang paling kecil. Tetapi pemerintah
desa bukan merupakan subordinasi dari pemerintah kabupaten/kota. Dengan
demikian, kepala desa tidak bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota.
Karena ada beberapa perda yang mengatakan bahwa kepala desa
bertanggungjawab kepada bupati, maka ini jadi lucu. Mengingat jabatan
kepala desa diisi melalui pemilihan langsung oleh masyarakat, maka
prinsipnya kepala desa bertanggungjawab kepada masyarakat pemilihnya.
Pertanggungjawaban kalau bupati kepada DPRD da kalau kepala desa kepada
rakyat melalui BPD, itupun kalau menurut UU 22/99 ada perda yang
mengatakan kalau kepala desa bertanggungjawab kepada BPD, tetapi UU-nya
mengatakan bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD tapi kemudian
diperkuat dengan perda bahwa kepala desa bertanggungjawab kepada BPD.
Ini menjadi tidak sinkron dengan sistem yang dipilih bertanggungjawab
kepada yang dipilih, kalau kita melihat model pada UU 32/2004 karena
kepala desa itu dipilih maka arah pertanggungjawaban ada 3 yaitu:
1. keatas kepada LPPD, laporan pemerintah daerah;
2. kesamping LKPC, laporan pertanggungjawaban dan;
3.
kebawah IPPD, informasi kepada masyarakat, pola ini yang juga dipakai
kepala desa, Mengikuti model yang diatas berarti kepala desa
menyampaikan laporan penyelenggaran pemerintah desa kepada Bupati,
walikota, dan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD yang
sifatnya informatif dan menyampaikan informasi penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada masyarakat.