Thursday 21 June 2012

9 Cara Mengendalikan Hama Tikus Sawah




Tikus sawah merupakan hama penting tanaman padi yang tiap tahun serangannya lebih dari 17% dari total luas areal padi. Hal ini disebabkan karena pengendalian hama tikus oleh petani selalu terlambat karena mereka mengendalikan setelah terjadi serangan dan kurangnya monitoring/pemantauan dari petani.
Pemahaman petani mengenai informasi aspek dinamika populasi tikus, yang menjadi dasar dalam pengendalian juga masih kurang. Kecenderungan petani masih kurang peduli dalam menyediakan sarana pengendalian tikus, organisasi pengendalian yang masih lemah, dan pelaksanaan pengendalian yang tidak berkelanjutan dapat mengakibatkan meningkatnya hama tikus sawah.
Tidak kalah penting adalah masih banyak petani yang mempunyai “persepsi mistis”. Dilingkungan masyarakat jawa, biasanya bila melihat tikus, tidak boleh menyebut tikus tetapi disebutnya :den bagus”. Padahal, pada hakekatnya hal tersebut dapat menghambat dalam usaha pengendalian tikus itu sendiri.
Melihat kondisi diatas, maka perlu Pengendalian Hama Tikus Terpadu (PHTT). Strategi PHTT dilaksanakan berdasarkan pemahaman ekologi tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus (berkelanjutan) dengan memanfaatkan berbagai teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu.
Disamping itu kegiatan pengendalian diprioritaskan pada waktu sebelum tanam (pengendalian dini), untuk menurunkan populasi tikus serendah mungkin sebelum terjadi perkembangbiakan tikus yang cepat pada stadium generatif padi; dan pelaksanaan pengendalian dilakukan oleh petani secara bersama-sama (berkelompok) dan terkoordinasi dalam cakupan skala luas (hamparan).
Setidaknya ada sembilan cara pengendalian hama tikus sawah :
Tanam dan panen serempak. Diusahakan selisih waktu tanam dan panen tidak lebih dari 2 minggu. Hal tersebut untuk membatasi tersedianya pakan padi generatif, sehingga tidak terjadi perkembangbiakan tikus yang terus menerus. Sanitasi habitat. Dilakukan selama musim tanam padi, yaitu dengan cara membersihkan gulma dan meminimalisasi ukuran pematang (tinggi dan lebat pematang) kurang semak-semak pada habitat utama tikus yang meliputi tanggul irigasi, jalan sawah, batas perkampungan, pematang, parit, saluran irigasi, dll. Juga dilakukan minimalisasi ukuran pematang (tinggi dan lebat pematang) kurang 30 cm agar tidak digunakan sebagai tempat bersarang. Gerakan bersama (gropyokan massal). Gerakan ini dilakukan serentak pada awal tanam melibatkan seluruh petani. Gunakan berbagai cara untuk menangkap/membunuh tikus seperti penggalian sarang, pemukulan, penjeratan, pengoboran malam, perburuan dengan anjing, dan sebagainya. Fumigasi/pengemposan. Fumigasi dapat efektif membunuh tikus dewasa beserta anak-anaknya didalam sarang. Agar tikus mati, tutuplah lubang tikus dengan lumpur setelah difumigasi dan sarang tidak perlu dibongkar. Lakukan fumigasi selama masih dijumpai sarang tikus terutama pada stadium generatif padi. Trap Barrier System (TBS). TBS dengan tanaman perangkap diterapkan terutama di daerah endemik tikus dengan pola tanam serempak. TBS berukuran 20x20 m dapat mengamankan tanaman padi dari serangan tikus seluas 15ha. Linier Trap Barrier System (LTBS). LTBS berupa bentangan pagar plastik/terpal setinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu setiap jarak 20 m dengan pintu masuk tikus berselang-seling arah. LTBS dipasang didaerah perbatasan habitat tikus atau pada saat ada migrasi tikus. Pemasangan dipindahkan setelah tidak ada lagi tangkapan tikus atau sekurang-kurangnya dipasang selama 3 malam. Memanfaatkan musuh alami. Cara termudah ini adalah dengan tidak mengganggu atau membunuh musuh alami tikus sawah, khususnya pemangsa, seperti burung hantu, burung elang, kucing, anjing, ular tikus, dan lain-lain. Rodentisida, yang merupakan cara kedelapan ini, digunakan hanya apabila populasi tikus sangat tinggi terutama pada saat bera atau awal tanam. Penggunaan Rodentisida harus sesuai dosis anjuran. Umpan ditempatkan di habitat utama tikus, seperti tanggul, irigasi, jalan sawah, pematang besar, atau tepi perkampungan. Cara pengendalian lokal lainnya dengan memanfaatkan cara pengendalian tikus yang biasa digunakan petani setempat. Seperti penggenangan sarang tikus, penjaringan, pemerangkapan, bunyi-bunyian, dan cara lainnya.
Tikus yang telah terbunuh/tertangkap hanya merupakan indikasi turunnya populasi. Yang perlu diwaspadai adalah populasi tikus yang masih hidup, karena akan terus berkembang biak dengan pesat selama musim tanam padi.
Disamping itu monitoring/pemantauan keberadaan dan aktivitas tikus sangat penting diketahui sejak dini agar usaha pengendalian dapat berhasil. Cara monitoring antara lain dengan melihat lubang aktif, jejak tikus, jalur jalan tikus, kotoran atau gejala kerusakan tanaman. Dan tidak kalah pentingnya adalah mewaspadai terhadap kemungkinan terjadinya migrasi (perpindahan tikus) secara tiba-tiba dari daerah lain dalam jumlah yang besar.
Sumber : www.gerbangpertanian.com

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More