Kedudukan desa dalam
sistem pemerintahan Indonesia sampai saat ini masih bersifat ambivalen,
yakni sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki otonomi tradisional
tetapi lebih banyak menjalankan urusan-urusan pemerintahan yang datang
dari pemerintahan supradesa.
Kedudukan organisasi pemerintah desa juga bersifat ambivalen seiring ambivalensi kedudukan kesatuan masyaarakat hukumnya.
Sumber keuangan desa bersifat
tradisional sehingga tidak memberikan kepastian untuk dapat digunakan
untuk menggerakkan roda organisasi. Desa tidak memiliki kewenangan
memungut pajak dan retribusi atas namanya sendiri. Pungutan pajak dan
retribusi yang ada saat ini atas nama pemerintah supradesa (misalnya
Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak pemerintah pusat). Sumber keuangan
desa berasal dari sumber-sumber tradisional seperti iuran warga desa,
tetapi yang terbesar justru berasal dari transfer pemerintah supradesa
(pusat, provinsi, kabupaten/kota).
Kedudukan kepegawaian perangkat desa serta sistem imbalannya juga tidak jelas karena kedudukan kesatuan masyarakat hukum dan organisasinya yang bersifat ambivalen.
BPD (Badan Permusyawaratan Desa) menjalankan
fungsi seperti DPRD, salah satunya adalah bersama-sama Kepala desa
menyusun Peraturan Desa. Menurut Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun
2004, Peraturan Desa masuk dalam kategori Peraturan Daerah. Tetapi BPD
tidak diisi melalui mekanisme pemilihan umum, sehingga kedudukannya juga
menjadi ambivalen. BPD sekarang lebih diposisikan sebagai lembaga
tempat bermusyawarahnya masyarakat, bukan sebagai lembaga politik
0 comments:
Post a Comment